Abdullah, Assalamualaikum. Wanita tua, Salamun qaulan min
rabbi rohim (salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih. QS Yasin 58).
Abdullah, ''Semoga Allah merahmati Anda. Mengapa Anda berada di sini?''
Wanita tua menjawab, ''Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu
(Barang siapa disesatkan Allah maka tiada petunjuk baginya. Al - Araf: 186).
Singkat cerita, Abdullah memaparkan wanita itu adalah orang
tua tiga orang anak. Selama empat puluh tahun, wanita itu selalu berbicara
dengan mengutip ayat Alquran, karena khawatir salah bicara.
Betapa mulianya wanita tua itu. Dia seakan tidak memberi
kesempatan akan adanya catatan dosa yang dibuat malaikat. Catatan tentang
dirinya hanya penuh dengan kalam ilahi yang tidak mengandung keraguan.
Wanita itu tidak ingin lisannya terlepas dari firman Allah,
tidak juga bermanis kata, apalagi berbohong, mengumbar janji yang tidak
ditepati, dan berkhianat. Wanita tua itu sadar, Allah selalu mengawasinya. Dia
mengetahui Allah lebih dekat dari urat nadinya (QS Qaf: 16).
Berkata sia-sia hanya akan membuang waktu. Bahkan jika
diiringi dengan umpatan penuh kedengkian, hanya akan menghabisi pahala yang
sudah diraih.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap
ucapan bani Adam membahayakan dirinya, kecuali kata-kata berupa amar ma'ruf dan
nahi munkar, serta berdzikir kepada Allah azza wa jalla.'' (HR Turmuzi).
Suatu ketika, Rasulullah SAW juga pernah mengisyaratkan
seseorang akan dengan mudahnya masuk neraka karena lisannya. Hal itu
diisyaratkan Rasulullah SAW dengan memegang lidahnya sampai tiga kali.
Benar apa yang dikatakan Rasulullah SAW, seringkali lisan
membuat seseorang dicampakkan ke dalam api neraka. Hal itu tidak berbeda dengan
pepatah yang sering terdengar, Mulutmu harimaumu.
Umat Islam harus mampu menjauhkan diri dari segala perkataan
yang sia-sia.
Dalam Ihya Ulumuddin, Hujjatul Islam, Imam al Ghazali,
memaparkan sejumlah hal yang harus dihindari. Semua itu untuk menjaga lisan.
Kejahatan lidah yang salah satunya adalah berbicara untuk
hal-hal yang tidak perlu.
Nabi saw bersabda, ”Seseorang tidak dianggap mukmin sebelum
dia menghindari segala sesuatu yang tidak perlu baginya.”
Ciri seorang Muslim yang baik ialah meninggalkan apa yang
tidak bermanfaat darinya. Termasuk berbicara yang tidak membawa manfaat.
Anas, seorang sahabat Nabi, bercerita; Suatu hari pada
Perang Uhud, dia melihat seorang pemuda yang mengikatkan batu ke perutnya
lantaran kelaparan.
Ibunya lalu mengusap debu dari wajahnya sambil berkata,
”Semoga surga menyambutmu, wahai anakku.” Ketika melihat pemuda yang terdiam
itu, Nabi berkata, ”Tidakkah engkau ketahui mengapa ia terdiam saja? Mungkin ia
tidak ingin berbicara yang tidak perlu atau ia menolak dari hal-hal yang
membahayakan dirinya.”
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda, ”Kalau engkau temukan
seseorang yang sangat berwibawa dan banyak diamnya, ketahuilah mungkin ia sudah
memperoleh hikmah."
Kejahatan kedua adalah pembicaraan yang berlebihan.
Kelebihan pembicaraan dapat terjadi bila ingin menunjukkan kelebihan-kelebihan
dalam diri dengan cara-cara yang berlebihan.
Penyebab kelebihan pembicaraan juga adalah adanya sikap
ingin menunjukkan kepada orang lain tentang sesuatu yang sebenarnya tidak
pantas untuk ditunjukkan. Terkadang kita sering berbicara kepada orang tentang
sesuatu yang sebenarnya orang lain tidak berkepentingan dengan hal itu.
Lidah kita gatal untuk menceritakannya pada orang lain.
Al-Quran menyebutkan, ”Tidak ada kebaikan pada banyaknya suatu obrolan kecuali
dalam perbincangan itu ada perintah untuk bersedekah, berbuat baik, atau
perintah untuk mendamaikan sesama manusia.” (QS Al-Nisa: 114)
Kejahatan ketiga adalah mengobrol tentang hal-hal yang
batil. Kelak di hari akhirat nanti, terjadi perbincangan antara para penghuni
surga dan para penghuni neraka.
Ahli surga bertanya kepada ahli neraka, “Apa yang
menyebabkan kamu masuk ke neraka?” Para ahli neraka menjawab, “Dahulu kami
tidak pernah melakukan salat, tidak memberi makan kepada orang miskin, dan kami
biasa mengobrolkan hal-hal yang batil dengan orang-orang yang membicarakannya.”
(QS. Al-Mudatsir: 42-45).
Kejahatan lidah yang keempat adalah berdebat secara
berlebihan. Debat memang berguna bagi murid yang sedang belajar. Tetapi bagi
seorang alim, debat adalah sesuatu yang harus ia hindari.
Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang meninggalkan
perdebatan, walaupun perdebatan itu benar, maka Tuhan akan berikan kepadanya
tempat paling tinggi di surga."
Dalam hadits lain dikatakan, ''Barangsiapa yang meninggalkan
perdebatan yang batil, Tuhan akan bangunkan baginya rumah di taman-taman
surga.”
Kejahatan lidah yang kelima adalah perkataan yang di
dalamnya terkandung unsur permusuhan, kedengkian, menyakitkan, serta
menjatuhkan harga diri orang lain.
Banyak sekali diriwayatkan, Rasulullah SAW sering
memperingatkan orang yang mengecam para sahabat Nabi. Nabi SAW pernah bersabda,
”Janganlah kau kecam sahabat-sahabatku.”
Kejahatan keenam adalah melebih-lebihkan pembicaraan untuk
menunjukkan kefasihan dalam berbicara. Nabi saw pernah bersaba,
”Sejelek-jeleknya umatku ialah orang yang di pagi harinya banyak memperoleh
kenikmatan, lalu ia makan dan berpakaian secara berlebihan, dan ia banyak
melebih-lebihkan pembicaraannya.”
Kejahatan lidah yang ketujuh adalah lidah yang sering
mengucapkan kata-kata kotor. Rasulullah saw bersabda, ”Bukanlah seorang mukmin
orang yang kata-katanya kotor, kasar, menusuk, dan melaknat.”
Kejahatan lidah yang kedelapan adalah melaknat. Tsabit bin AdlDlahhak
radhiallahu ’anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :
‘Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.’ ” (HR.
Bukhari)
Dalam praktek ini, seorang sufi berusaha mengendalikan
lidahnya dengan membiasakan diri untuk banyak diam dan mengurangi pembicaraan.
Suatu ketika Rasulullah ditanya sahabat, apa penyebab terbesar orang masuk
neraka. Kemudian dijawab karena lidah dan kemaluannya (HR Turmuzi).
Betul Juga tuh mas, lisan bisa juga lebih tajam dari pedang yang amat tajam. Salah satu kata saja dalam mengucap bisa celaka.
ReplyDelete